info@spiritia.or.id | (021) 2123-0242, (021) 2123-0243
Ikuti kami | Bahasa

Detail Informasi

Pentingnya Pendampingan Psikososial untuk Ibu dengan HIV/AIDS

30 Agustus 2021 Referensi

TEMPO.COJakarta - Penularan HIV/AIDS pada anak berasal dari ibu. Tapi tidak semua ibu sadar terinfeksi HIV/AIDS dan menulari anaknya. Dalam beberapa kasus, ibu yang baru mengetahui diri dan anaknya terinfeksi HIV/AIDS merasa marah.

“Mereka berpikir waktu muda bukan anak nakal, tidak pernah berhubungan seksual yang berisiko, mereka ibu rumah tangga baik-baik, tiba-tiba suami meninggal dan dapat warisan HIV,” ujar manajer advokasi Lentera Anak Pelangi, Natasya Sitorus, kepada Tempo, Senin, 4 Desember 2017.

Tidak hanya marah, ibu yang terinfeksi HIV/AIDS juga menanggung stigma yang menganggap HIV penyakit kotor atau kutukan. Selain itu, mereka juga mengalami diskriminasi dari masyarakat dan bahkan keluarga sendiri. 

Hal ini yang membuat ibu dengan HIV sulit menerima keadaan sehingga membutuhkan pendampingan psikososial. Dengan begitu, ibu dengan HIV dapat melanjutkan hidupnya dengan baik.

“Ternyata bukan ibu sendiri, ada ibu-ibu lain yang juga masih denial tapi kemudian dalam prosesnya melanjutkan hidup, masih punya anak, dan orang-orang yang peduli dengannya,” ujar Natasya. Artikel terkait: Pengobatan Berlais Jadi Kendala buat Anak Pengidap HIV/AIDS. 

Menurut Natasya, tidak hanya ibu dengan HIV yang membutuhkan pendampingan psikososial. Anak dengan HIV yang sudah beranjak remaja juga membutuhkannya. Seperti remaja pada umumnya yang mulai menggunakan media sosial, mereka mulai sadar dengan penyakitnya. Selain itu, cara penyampaian tentang penyakit HIV kepada anak-anak yang tidak tepat dapat membuat anak merasa tidak percaya diri dan trauma

“Anak lebih sulit lagi, bapak ibunya meninggal, dia hidup dengan neneknya, kemudian dia mengetahui positif HIV, akan tanya kepada neneknya kenapa saya? Saya sakit apa? Ibu juga takut memberi tahu anaknya tertular HIV,” ujar Natasya.