Notifikasi Pasangan adalah sebuah pendekatan yang memiliki potensi untuk meningkatkan cakupan sekaligus mengidentifikasi orang dengan HIV yang belum terdiagnosis. Kegiatan notifikasi pasangan diharapkan akan mampu memperluas intervensi yang diperlukan dalam merespon pencegahan transmisi HIV dari kelompok orang dengan HIV kepada pasangannya. Notifikasi pasangan merupakan sebuah proses untuk memberikan akses terhadap layanan kesehatan, khususnya layanan HIV yang berhubungan dengan kontak secara langsung yang mungkin berisiko terinfeksi oleh individu (pasien indeks) yang sudah terdiagnosis HIV. Dari sebuah laporan penelitian melalui kegiatan notifikasi pasangan dapat menemukan kasus sekitar 20 hingga 70 persen yang mana pada proses notifikasi pasangan termasuk didalamnya memberikan akses konseling, rujukan testing HIV dan memberikan akses pengobatan Antiretroviral (ARV) bagi mereka yang sudah terinfeksi HIV.
Sasaran yang berhak ditawarkan notifikasi pasangan berbasis komunitas adalah pasangan dari indeks kasus (ODHIV) yang berusia minimal 18 tahun baik yang baru mengetahui status HIV-nya atau sudah lama mengetahui status HIV-nya meski indeks kasus ini sudah menjalani perawatan ARV atau belum. Namun dalam prakteknya ada begitu banyak hambatan dalam melakukan praktek intervensi notifikasi pasangan seperti; susahnya ruang disclosure (membuka status diri) dari indeks pasangan kepada pasangannya karena beberapa faktor tertentu khususnya dalam kelompok lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki, transgender dan pekerja seks. Hambatan lainnya adalah jam layanan testing HIV yang tidak pas dengan rutinitas dan aktifitas populasi kunci, jarak tempuh dan masih adanya kekhawatiran menerima hasil testing karena belum siap secara psikologis.
Komunitas pendamping ODHIV (Pendukung Sebaya) dalam praktek kesehariannya bekerja dan bertugas di layanan PDP untuk memberikan dukungan psikososial bagi ODHIV dengan memastikan teman – teman ODHIV akan mendapatkan layanan pengobatan ARV bagi yang baru mendapatkan hasil konfirmasi test, membuat skema rujukan rawat inap jika dibutuhkan , merujuk kembali bagi ODHIV yang tidak meneruskan pengobatan ARV dan melakukan kegiatan notifikasi pasangan pada pasangan klien ODHIV yang didampinginya. Dalam praktek kegiatannya pendukung sebaya berkoordinasi dan bekerja sama dengan petugas di layanan PDP, kegiatan notifikasi pasangan ini bersifat sukarela pada saat melakukan skrining pada indeks kasus ODHIV untuk menggali mengenai Suami/Istri, Pasangan Seksualnya, dan anak biologisnya dari Indeks Kasus dan atas persetujuannya meminta Suami/Istri, Pasangan Seksualnya dan anak biologisnya dilakukan rujukan testing HIV dan didampingi untuk mendapatkan layanan pendampingan psikososial yang dibutuhkan. Modalitas tehnik komunikasi dan motivasi menjadi kunci utama dalam kegiatan notifikasi pasangan selain tentunya pendukung sebaya memahami standar operasional prosedur kegiatan notifikasi pasangan. Raport hubungan baik yang terjalin secara emosional antara pendukung sebaya dengan indeks kasus memungkinkan notifikasi pasangan dapat dilakukan dengan dimulainya proses assessment bahwa ada begitu banyak manfaat dari program notifikasi pasangan ini; “Kedekatan kami dengan klien ODHIV memungkinkan untuk mendorong agar indeks kasus dapat menceritakan status HIV-nya kepada pasangaanya, dan jika dibutuhkan kami para PS akan membantu memfasilitasinya untuk ruang disclosure tersebut sehingga lewat kegiatan notifikasi pasangan ini kami juga dapat membantu mendampingi untuk memastikan mendapatkan layanan pengobatan jika hasil rujukannya positif” demikian disampaikan Joni Suharto Wuisan KPS Batamang Plus Manado.
Faktor waktu dan kekhawatiran dari pasangan indeks kasus masih menjadi hambatan untuk proses rujukan ke layanan test HIV, dalam hal ini pendukung sebaya dapat memanfaatkan kegiatan skrining HIV mandiri sebagai langkah awal untuk melakukan sesi skrining HIV dengan berkoordinasi dengan team penjangkau dari sub-sub recipient di wilayah setempat. Pasangan indeks kasus dapat mengisi pendaftaran secara mandiri melalui link web-site pemesanan skrining HIV mandiri atau dapat dibantu oleh staf penjangkau untuk diantarkan alat skrining HIV mandiri hingga bagaimana cara penggunaannya. Skrining HIV mandiri ini sekali lagi bukanlah alat diagnosis HIV dan hanya dapat diakses oleh mereka yang telah berusia minimal 18 tahun, artinya untuk anak biologis dari indeks kasus notifikasi pasangan belum dapat menggunakan alat skrining HIV mandiri ini. Jika hasil skrining HIV mandiri reaktif, maka pendukung sebaya dengan berkoordinasi dengan petugas penjangkau memastikan akan melakukan sesi rujukan test HIV dilayanan yang telah disepakati bersama dengan klien pasangan ODHIV sebagai proses konfirmasi test HIV, dan jika hasil test konfirmasi HIV dinyatakan reaktif maka pendukung sebaya juga akan memastikan yang bersangkutan mendapatkan layanan pendampingan psikososial dan rujukan pengobatan ARV.
Kedua kombinasi pendekatan antara notifikasi pasangan dan skrining HIV mandiri akan saling melengkapi untuk pencapaian 90-90-90 yang mana pada tahun 2025 sudah berubah menjadi 95-95-95 untuk pencapaian rujukan test, pengobatan dan viral load tersupresi. “Sudah banyak perubahan dimana banyak ODHIV LSL dan pasangan suami istri datang dengan membawa pasangannya untuk mengikuti test HIV, saya melihatnya ini sebagai bentuk tanda cinta, rasa tanggung jawab dan keinginan untuk melindungi tentu saja kita semua apresiasi kepada mereka yang sudah berani menyampaikan kepada para pasangannya” Demikian disampaikan Dr Ika Herniyanti menutup sesi diskusi dengan penulis di ruang prakteknya Klinik JRC PPTI.
Jakarta, Desember 2021
Yakub Gunawan
Yayasan Spiritia