Apakah mengonsumsi terlalu banyak obat memengaruhi kesehatan orang dengan HIV?
Oleh: Tim Spiritia, 5 Agustus 2024
Pengobatan HIV modern (terapi antiretroviral/ART) sangat efektif dan umumnya aman. Bila digunakan sesuai petunjuk, ART menekan jumlah HIV dalam darah (viral load) sehingga secara bertahap mencapai tingkat yang sangat rendah (umumnya disebut "tidak terdeteksi"). Penekanan HIV ini memungkinkan sistem kekebalan tubuh untuk memperbaiki sebagian besar kerusakan yang disebabkan oleh HIV. Kekuatan ART begitu luar biasa sehingga para ilmuwan semakin memproyeksikan bahwa banyak pengguna ART akan memiliki harapan hidup yang hampir normal. Terlebih lagi, penelitian yang dirancang dengan baik dalam dekade terakhir telah menemukan bahwa orang yang HIV-nya tidak terdeteksi (berkat penggunaan ART yang konsisten) tidak menularkan virus tersebut kepada pasangan seksual mereka.
Namun, terlepas dari manfaat ini, ART tidak mengatasi setiap masalah terkait HIV. HIV yang tersisa masih berada jauh di dalam bagian tubuh, seperti otak, limpa, dan kelenjar getah bening. HIV yang tersisa mungkin sebagian bertanggung jawab atas tingkat peradangan dan aktivasi kekebalan yang berlebihan.
Penelitian yang dilakukan pada orang yang negatif HIV menunjukkan bahwa peradangan yang berkepanjangan dan berlebihan berkontribusi terhadap peningkatan risiko masalah berikut:
kanker
penyakit kardiovaskular
depresi
kondisi degenerative pada otak
penumpukan lemak di dalam dan sekitar hati
kadar kolesterol tinggi
penipisan tulang
cedera ginjal
hilangnya jaringan otot secara bertahap
penyakit paru-paru
penuaan dini pada sistem kekebalan tubuh
Dengan mengonsumsi ART dan menekan HIV, tingkat peradangan dan aktivasi kekebalan tubuh menurun secara signifikan. Namun, tingkat tersebut tidak turun ke tingkat yang terlihat pada orang sehat tanpa HIV. Ada kemungkinan bahwa peradangan kronis yang berlebihan pada orang yang menggunakan ART dapat berkontribusi pada peningkatan risiko masalah yang disebutkan di atas.
Penuaan
Banyak kondisi yang disebutkan sebelumnya juga umumnya dikaitkan dengan penuaan. Seiring bertambahnya usia, orang-orang memiliki risiko lebih tinggi terhadap kondisi ini. Untuk membantu orang menjaga atau meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup mereka, dokter meresepkan obat untuk membantu mengelola banyak kondisi kronis, dan jumlah obat yang dikonsumsi seseorang pun meningkat.
Penggunaan beberapa obat secara bersamaan disebut “polifarmasi.”
Penuaan, HIV dan polifarmasi
Bila seseorang dengan HIV juga memiliki kondisi medis lain, ini disebut "komorbiditas." Penelitian telah menemukan bahwa, secara umum, seiring bertambahnya usia orang dengan HIV, mereka cenderung mengembangkan lebih banyak komorbiditas terkait penuaan daripada orang tanpa HIV. Akibatnya, orang lanjut usia dengan HIV cenderung mengonsumsi lebih banyak obat (selain pengobatan HIV) untuk kondisi kronis daripada orang tanpa HIV pada usia yang sama atau daripada orang yang lebih muda dengan HIV.
Risiko polifarmasi
Di antara orang dengan HIV, penelitian telah mengaitkan polifarmasi dengan peningkatan risiko efek samping, jatuh, dan masalah berpikir jernih dan ingatan. Dalam setidaknya satu penelitian, polifarmasi pada populasi ini telah dikaitkan dengan peningkatan risiko rawat inap. Beberapa penelitian pada orang dengan HIV telah menemukan bahwa polifarmasi dikaitkan dengan penurunan fungsi fisik, termasuk kecepatan berjalan yang lebih lambat.
Studi terkini
Sebuah studi besar dengan U.S. AIDS Clinical Trials Group (ACTG) baru-baru ini menilai dampak polifarmasi (dalam hal ini, beberapa obat yang diminum secara bersamaan selain ART) dan apa yang mereka sebut sebagai "hiper-polifarmasi" (dalam hal ini, penggunaan 10 atau lebih obat resep secara bersamaan selain ART). Para peneliti berfokus pada dampak berbagai tingkat polifarmasi terhadap kecepatan berjalan dan risiko terjatuh.
Kekuatan utama studi ACTG adalah bahwa semua peserta memiliki viral load yang ditekan. Hal ini penting karena orang dengan HIV yang tidak ditekan dapat memiliki tingkat peradangan dan aktivasi kekebalan yang tinggi. Efek dari HIV yang tidak diobati ini dapat menurunkan kesehatan orang dengan HIV, yang menyebabkan peningkatan risiko masalah, termasuk kelemahan dalam jangka panjang.
Detail studi
Para peneliti mendaftarkan 977 orang dengan HIV. Profil singkat peserta saat masuk penelitian adalah sebagai berikut:
usia – sebagian besar peserta (84%) berusia antara 40 dan 59 tahun
81% berjenis kelamin laki-laki dan 19% berjenis kelamin perempuan saat lahir
kelompok etno-ras utama: Kulit putih – 65%; orang kulit berwarna – 35%
jumlah CD4+ saat ini – 630 sel/mm3
jumlah CD4+ terendah yang pernah ada – 197 sel/mm3
kondisi kesehatan utama yang menyertai: neuropati perifer – 40%; diabetes – 12%; penyakit ginjal – 10%; penyakit kardiovaskular – 6%
penggunaan tembakau saat ini – 26%
penggunaan zat saat ini (tidak termasuk tembakau) – 21%
Peserta menjalani penilaian rutin setiap enam bulan.
Hasil
Para peneliti menemukan bahwa distribusi tingkat polifarmasi yang berbeda-beda adalah sebagai berikut:
polifarmasi – 24% peserta diberi resep lima atau lebih obat non-ART
hiper-polifarmasi – 4% peserta diberi resep 10 atau lebih obat non-ART
Tidak mengherankan, para peneliti menemukan bahwa polifarmasi meningkat seiring bertambahnya usia. Misalnya, di antara orang-orang berusia 60 tahun ke atas, 35% diresepkan lima atau lebih obat non-ART. Di antara orang-orang yang berusia di bawah 60 tahun, 22% diresepkan lima atau lebih obat non-ART.
Meskipun jumlah kondisi kesehatan yang muncul bersamaan serupa antara perempuan dan laki-laki, para peneliti menemukan bahwa perempuan lebih mungkin menggunakan polifarmasi.
Ketika peneliti menilai golongan obat tertentu, mereka menyatakan bahwa "perempuan melaporkan penggunaan opioid yang lebih tinggi (16%) dibandingkan dengan pria (8%)." Secara proporsional, lebih banyak perempuan yang diresepkan hormon daripada pria, mungkin karena menopause.
Obat-obatan yang berpotensi tidak sesuai
Para peneliti memperkirakan bahwa sekitar 81% peserta berusia 65 tahun ke atas mengonsumsi setidaknya satu obat non-ART yang tidak tepat. Hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut dengan tim medis pasien untuk memastikannya.
Polifarmasi dan kecepatan berjalan
Menurut para peneliti, “40% peserta menunjukkan kelambatan berjalan.” Peserta dengan kecepatan berjalan yang lambat lebih cenderung:
Hispanik
peserta asuransi kesehatan publik
perempuan
berusia 55 tahun ke atas
Ketika peneliti mempertimbangkan banyak faktor (seperti usia, jenis kelamin, ras/etnis, tingkat pendidikan, jumlah CD4 dan lain-lain), mereka menemukan bahwa polifarmasi secara signifikan terkait dengan peningkatan risiko kelembatan berjalan.
Ketika peneliti menganalisis data lebih lanjut dan mempertimbangkan jumlah obat ART, keberadaan hiperpolifarmasi meningkatkan risiko kelambatan berjalan.
Risiko jatuh
Selama penelitian, 12% peserta melaporkan terjatuh sedikitnya satu kali dan 5% melaporkan terjatuh dua kali atau lebih.
Sekitar 4% peserta yang terjatuh mengalami patah tulang.
Jatuh lebih mungkin terjadi pada orang yang:
berusia 55 tahun ke atas
perempuan
Hispanik
memiliki asuransi publik
Peneliti menemukan bahwa polifarmasi menggandakan risiko terjatuh berulang. Hiperpolifarmasi meningkatkan risiko terjatuh hampir lima kali lipat.
Ketika peneliti memasukkan ART dalam analisis mereka tentang risiko jatuh, efek polifarmasi dan hiperpolifarmasi tetap sama (seperti di atas).
Para peneliti mendorong dokter untuk mengungkap dan mengurangi risiko polifarmasi.
Para peneliti mencatat bahwa penelitian lain telah menemukan hubungan antara status sosial ekonomi, tingkat pendidikan yang rendah, dan polifarmasi. Menurut para peneliti, hubungan ini dapat muncul karena "koordinasi perawatan yang buruk di antara populasi dengan status sosial ekonomi rendah." Para peneliti tidak memiliki data tentang pendapatan, tetapi mungkin ketergantungan pada asuransi kesehatan publik dapat mencerminkan status sosial ekonomi yang lebih rendah dalam penelitian ini.
Para peneliti tidak memiliki data tentang kesehatan mental para peserta. Penelitian selanjutnya perlu menyelidiki mengapa perempuan (setidaknya dalam penelitian ini) diresepkan lebih banyak obat non-ART daripada pria. Tim peneliti menduga bahwa masalah kesehatan mental mungkin berkontribusi pada perlunya polifarmasi pada beberapa perempuan.
Para peneliti menyatakan bahwa, secara keseluruhan, hasil mereka "menunjukkan bahwa mungkin ada kebutuhan untuk meningkatkan perhatian pada manajemen pengobatan di antara orang dengan HIV, khususnya di antara perempuan dan orang lanjut usia. Ini dapat mencakup upaya untuk mengurangi polifarmasi dan penggunaan obat yang tidak tepat serta peningkatan pemantauan untuk interaksi obat-obatan."
Selain itu, para peneliti menyatakan bahwa “temuan bahwa polifarmasi dikaitkan dengan kemungkinan lebih tinggi untuk berjalan lambat menunjukkan bahwa polifarmasi mungkin memiliki dampak negatif pada fungsi fisik di antara orang dengan HIV.”
Catatan tentang mengapa polifarmasi mungkin terjadi
Perlu diperhatikan bahwa beberapa orang dengan kondisi yang kompleks—terutama mereka yang selamat dari komplikasi akibat serangan jantung atau stroke atau yang menjalani transplantasi organ—mungkin perlu mengonsumsi banyak obat yang berbeda karena dokter berusaha menjaga mereka tetap hidup dan sehat dalam jangka panjang. Dalam kasus seperti itu, polifarmasi diperlukan secara medis. Namun, sebaiknya orang-orang selalu berkonsultasi secara berkala dengan tim medis mereka tentang kesesuaian obat-obatan non-ART dan apakah mereka perlu mengubah resep mereka.
Selain itu, beberapa orang dengan HIV yang sepenuhnya atau sebagian resistan terhadap pengobatan mungkin perlu mengonsumsi kombinasi ART yang kompleks. Ini dapat melibatkan banyak pil. Meskipun rejimen pengobatan HIV yang disederhanakan namun ampuh dengan jumlah obat yang lebih sedikit telah disetujui, kombinasi ini mungkin tidak selalu cocok untuk semua orang dengan HIV yang resistan terhadap banyak obat. Contoh rejimen pengobatan HIV yang disederhanakan meliputi kombinasi dolutegravir + 3TC dan Cabenuva (kombinasi suntik cabotegravir + rilpivirine).
Kombinasi eksperimental dua obat anti-HIV lainnya – lenacapavir + bictegravir – sedang dalam uji klinis.
Oleh karena itu, bagi orang dengan berbagai penyakit penyerta dan/atau HIV dengan pola resistensi yang kompleks, polifarmasi mungkin diperlukan. Namun, pemantauan diperlukan untuk memastikan bahwa polifarmasi tidak menambah risiko masalah lebih lanjut.
Sumber:
Canadian study explores the impact of aging on people with HIV – CATIE News
French researchers study frailty in older people with HIV – CATIE News
American researchers explore a link between comorbidities and frailty in HIV – CATIE News
Study uncovers health issues and concerns of some aging HIV-positive people – CATIE News
Large study confirms near-normal life expectancy for many people on HIV treatment – CATIE News
Referensi:
Kosana P, Wu K, Tassiopoulos K, et al. Polypharmacy is associated with slow gait speed and recurrent falls in older people with HIV. Clinical Infectious Diseases. 2024 Jun 14;78(6):1608-1616.
Dufour C, Ruiz MJ, Pagliuzza A, et al. Near full-length HIV sequencing in multiple tissues collected postmortem reveals shared clonal expansions across distinct reservoirs during ART. Cell Reports. 2023 Sep 26;42(9):113053.
Mohammadzadeh N, Roda W, Branton WG, et al. Lentiviral infections persist in brain despite effective antiretroviral therapy and neuroimmune activation. mBio. 2021 Dec 21;12(6):e0278421.
McMyn NF, Varriale J, Fray EJ, et al. The latent reservoir of inducible, infectious HIV-1 does not decrease despite decades of antiretroviral therapy. Journal of Clinical Investigation. 2023 Sep 1;133(17):e171554.
Cadena AM, Ventura JD, Abbink P, et al. Persistence of viral RNA in lymph nodes in ART-suppressed SIV/SHIV-infected Rhesus Macaques. Nature Communications. 2021 Mar 5;12(1):1474.
Obare LM, Temu T, Mallal SA, et al. Inflammation in HIV and its impact on atherosclerotic cardiovascular disease. Circulation Research. 2024 May 24;134(11):1515-1545.
Baechle JJ, Chen N, Makhijani P, et al. Chronic inflammation and the hallmarks of aging. Molecular Metabolism. 2023 Aug; 74:101755.
Lopez Angel CJ, Pham EA, Du H, et al. Signatures of immune dysfunction in HIV and HCV infection share features with chronic inflammation in aging and persist after viral reduction or elimination. Proceedings of the National Academy of Sciences USA. 2021 Apr 6;118(14):e2022928118.
Furman D, Campisi J, Verdin E, et al. Chronic inflammation in the etiology of disease across the life span. Nature Medicine. 2019 Dec;25(12):1822-1832.