[email protected] | (021) 2123-0242, (021) 2123-0243
Ikuti kami | Bahasa

Detail Blog

Peran Pendukung Sebaya dalam memberikan pelayanan dukungan psikososial  bagi Orang Dengan HIV di DKI Jakarta

14 Maret 2024, 971 kali dilihat Sahabat Senandika

Peran Pendukung Sebaya dalam memberikan pelayanan dukungan psikososial  bagi Orang Dengan HIV di DKI Jakarta


 

Oleh: Yakub Gunawan, 22 Februari 2024

 

Terdapat hubungan yang kuat antara dukungan psikososial dengan perawatan HIV dimana dukungan ini akan dapat memberikan motivasi yang kuat pada saat masih banyaknya perlakuan stigma dan diskriminasi yang dihadapi oleh orang dengan HIV dan AIDS (ODHA).  Ada kebutuhan yang berbeda antara tiap individu ODHA dimana lingkungan sosial memiliki peranan yang sangat penting dalam membentuk mental yang kuat dalam mengakses layanan kesehatan dan kebutuhan sosial lainnya yang terkait. Oleh karena itu, promosi pencegahan dan dukungan kesehatan merupakan prioritas penting dalam pelayanan dukungan psikososial agar memiliki potensi yang berdampak pada kualitas hidup bagi ODHA.

 

Seperti kita ketahui bersama Tuberkulosis (TB) saat ini juga masih merupakan Infeksi Oportunistik (IO) yang paling sering dialami pada ODHA. Selain TB masih banyak Infeksi Oportunistik lain yang dialami oleh para ODHA di DKI Jakarta seperti: Meningitis, Kandidiasis, Sitomegalovirus dan beberapa kasus Infeksi Menular Seksual (IMS). Saat ini prevalensi kasus IMS pada ODHA masih cukup tinggi sebesar 12,4% (WHO consolidated guidelines on HIV prevention, testing, treatment, service delivery and monitoring: recommendation for a public health approach 2021) sehingga dirasa perlu dalam konteks pendampingan psikososial yang dilakukan oleh Pendukung Sebaya (PS) tidak hanya berfokus pada kasus HIVnya saja seperti disampaikan oleh salah satu PS Implementing Unit Yayasan Pelita Ilmu Ibu Sri Mulyati (58 tahun) di Rumah Sakit Pelni Petamburan Jakarta Barat “setelah saya bergabung menjadi PS, meski usia saya sudah cukup lanjut, kehadiran saya semoga dapat membawa manfaat ketika mereka membutuhkan sesi konseling dan pendampingan dengan harapan semua pasien di layanan patuh minum obat, tidak ada lagi kasus putus pengobatan dan makin turun kasus infeksi oportunistik yang kerap dihadapi teman teman ODHA dengan demikian tidak ada lagi kasus kematian bagi ODHA yang kita dampingi”. 

 

 

Di Provinsi DKI Jakarta, jumlah ODHA yang ditemukan hingga Desember 2022 berjumlah 63,111 orang dan yang sudah memulai pengobatan ARV 33,115 orang (52%). Perkiraan kasus kejadian loss to follow up (LTFU) pengobatan ARV 14.844 dan yang pernah dilakukan penelusuran 5139 dengan tingkat keberhasilan kembali lagi untuk pengobatan ARV sebanyak 2,030 orang. Sementara dalam kegiatan Notifikasi Pasangan (NP), jumlah pasangan dari indeks kasus yang didaftarkan dalam layanan Notifikasi Pasangan 2,887, yang berhasil dirujuk ke layanan tes HIV sebanyak 1,365 dengan temuan HIV positif sebanyak 221.

 

Selama satu tahun program pada periode tahun 2023, Yayasan Pelita Ilmu sebagai mitra Implementing Unit Principal Recipient (PR) HIV Yayasan Spiritia dalam melakukan kegiatan pendampingan bagi ODHA di seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta melibatkan sebanyak 82 PS dibantu 7 Koordinator Pendukung Sebaya (KPS), 1 staf Community Liaison Officer (CLO) serta 6 team Manajemen Lembaga untuk membantu pelayanan program HIV disetiap Layanan Perawatan Dukungan dan Pengobatan (PDP). Jumlah ODHA yang mendapatkan dukungan psikososial adalah sebanyak 43.977 orang. Gambaran tipe klien ODHA yang didampingi 44% berasal dari kelompok Lelaki Yang Berhubungan Seks Dengan Lelaki (LSL), 12% dari Pengguna Napza, 1% pasangan Pengguna Napza, 20% Pasangan Risiko Tinggi, 2% Wanita Pekerja Seks Langsung (WPSL), 7% pelanggan WPSL, 2% Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung (WPSTL), 6% Pelanggan WPSTL, 2% anak dengan kasus HIV, 2% Transgender (TG) dan 2% dari kelompok lainnya. Dalam konteks pendampingan dan dukungan psikososial baik secara tatap muka dan virtual, semua ODHA ini diberikan layanan informasi HIV, pencegahan positif, informasi dan skrining TB, rujukan pemeriksaan TB, IMS dan viral load HIV, hingga membantu mengakseskan pada layanan pengobatan HIV, TB, Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT), IMS, dan Infeksi Oportunistik lainnya. 

 

Jumlah rujukan pemeriksaan dan pengobatan TB, temuan kasus TB pada ODHA adalah sebesar 37% (192 kasus) dari jumlah yang dinyatakan suspek dan dirujuk ke layanan pemeriksaan TB sebanyak 515 ODHA dengan menggunakan pemeriksaan tes cepat molekuler (TCM) dan semua pasien TB-HIV 100% (192 orang) sudah mendapatkan akses pengobatan TB-HIV. Sedangkan ODHA dengan hasil pemeriksaan TB negatif, 318 diberikan informasi TPT dan 29% (92 ODHA) sudah diberikan akses ke layanan TPT baik dengan pemberian regimen 6H dan 3HP. 

 

Untuk penemuan kasus IMS, selama satu tahun program sebanyak 1119 dampingan ODHA dirujuk ke layanan pemeriksaan IMS dimana pada saat dilakukan pendampingan dan konseling, sebagian besar ODHA sudah datang dengan keluhan IMS. Dan hasilnya sebanyak 557 (49%) dinyatakan positif IMS dengan kasus sifilis sebanyak 390 (70%), Gonore sebanyak 120 (21%) dan kutil kelamin sebanyak 47 kasus (8%). Dan bagi ODHA yang sudah memulai pengobatan ARV jumlah rujukan Viral Load HIV selama satu tahun program sebanyak 3512 dengan hasil tidak terdeteksi sebanyak 3295 atau 94%. 

 

Dengan pendekatan komprehensif yang dilakukan oleh PS saat melakukan pendampingan bagi ODHA diharapkan merupakan wujud kontribusi PS sebagai upaya menerjemahkan layanan yang komprehensif dan berkesinambungan seperti disampaikan oleh Chaerudin (44 tahun) PS di Puskesmas Mampang Jakarta Selatan:

“Saat melakukan pendampingan kasus HIV, biasanya saya juga melakukan home visit untuk sekalian melakukan skrining TB dan IMS seperti dengan pertanyaan apakah ada gejala batuk, kapan terakhir melakukan perilaku seksual berisiko termasuk skrining kekerasan berbasis gender apakah selama menjadi ODHA pernah mengalami perlakuan stigma dan diskriminasi. Dan jika pada saat bertemu pasien sudah disertai adanya keluhan, biasanya saya akan langsung membuat rencana rujukan untuk test TB sepaket dengan IMS. Dari hasil pembelajaran selama bulan Desember 2023 kemarin, dari 10 dampingan yang dirujuk tes IMS, 8 diantaranya ditemukan dengan kasus Sifilis, sedangkan jika ada dampingan dengan kasus kekerasan berbasis gender saya merujuknya kepada staf CLO Lembaga untuk difollow kasusnya jika dampingan menyetujui untuk dilakukan proses tidak lanjut”. 

 

 

Berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas hidup ODHA dalam mengakses layanan program HIV, kegiatan dukungan dan pendampingan untuk memotivasi pemberiaan inisiasi ARV pada ODHA baru di semester 2 berjumlah 1724 naik sebesar 30% dibanding semester 1 sejumlah 1213, kegiatan telusur Loss to Follow Up ARV di semester 2 sejumlah 718 naik sebesar 22% dibanding semester 1 sejumlah 562. dan kegiatan Notifikasi Pasangan pada semester 2 sejumlah 1761 naik 47% dibanding semester 1 sejumlah 926 dengan positive rate kasus HIV baru direntang 16%.

 

Meski demikian masih ada beberapa tantangan di lapangan yang sering dihadapi oleh beberapa PS saat melakukan pendampingan salah satunya seperti yang dialami Muhamad Aziz (30 tahun) PS di Klinik Globalindo Jakarta Selatan yang sudah terlibat menjadi PS selama  4 tahun:

“Masih banyak kasus putus pengobatan dan pada saat didatangi untuk home visit ternyata pasiennya sudah pindah atau pulang kampung hingga terjadi penolakan karena ada pasien yang lebih percaya pada pengobatan herbal dibandingkan untuk akses pengobatan ARV sehingga perlu upaya lebih keras untuk memotivasi mereka agar mau kembali mengkonsumsi obat ARV”. 

 

Intervensi dukungan psikososial dilakukan melalui serangkaian kegiatan interpersonal. Pendekatan yang dilakukan oleh Pendukung Sebaya dalam mendampingi ODHA memiliki tujuan multidimensi dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada untuk memfasilitasi perubahan perilaku yang baik bagi ODHA untuk melayani berbagai macam aspek sosial, perilaku dan emosional untuk mencapai tujuan kesehatan yang optimal. Harapannya tentu lewat peran kolaboratif antara Petugas Kesehatan di Layanan Kesehatan, Pendukung Sebaya  dari Komunitas dan Stakeholders terkait seperti Suku Dinas Kab/Kota dan Propinsi akan bersama sama untuk meningkatkan cakupan program baik secara kuantitas dan kualitas yang pada akhirnya akan juga meningkatkan kualitas hidup ODHA yang dilayani seperti harapan dari dr. Putri Air Prawitasari Pengelola Seksi P2P Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara: “komunitas melalui PS memiliki peran yang sangat penting dalam melakukan pendampingan bagi ODHA baru, menimbang ODHA baru beberapa masih dalam fase denial sehingga perlu teman sebaya yang mengerti apa yang sedang dialami oleh dampingannya. Dari beberapa cerita lapangan ditemui masukan dari teman sebayanya seringkali lebih cepat diterima dari pada pesan yang disampaikan oleh Petugas Layanan Kesehatan. Harapan saya peran komunitas nantinya akan lebih ditingkatkan agar dapat berkontribusi pada capaian program nasional seperti mengajak sebanyak-banyaknya populasi kunci untuk testing HIV, mengkonsumsi pengobatan ARV bagi mereka yang positif dan mengajak sebanyak-banyaknya untuk test Viral Load HIV sehingga akan berdampak nyata pada pencapaian 95-95-95 di Indonesia”. 

 

Untuk itu pendekatan pelayanan pendampingan bagi ODHA di Implementing Unit Yayasan Pelita Ilmu hampir 80% dari jumlah PS yang direkrut merupakan bagian kelompok yang terdampak dan penerima manfaat program HIV. Karena dari merekalah akan mendapatkan informasi yang aktual apa yang pernah dialami oleh mereka, apa kebutuhan pelayanannya dan pendekatan apa yang relevan untuk menjawab strategi intervensi program dalam melakukan pendampingan bagi teman teman sebayanya seperti diamini oleh Donni Darmawan (28 Tahun) PS Puskesmas Duren Sawit Jakarta Timur: “Sebagai orang yang terdampak dan penerima manfaat program HIV sejak tahun 2015 dan bergabung sebagai Pendukung Sebaya di Implementing Unit Yayasan Pelita Ilmu merupakan sebuah kesempatan yang baik agar orang orang seperti kami ini selain berdaya bagi diri sendiri tentu diharapkan dapat memberdayakan teman teman yang kami dampingi, karena saya sangat setuju sebuah program yang berangkat dari kami sebagai penerima manfaat program, semua bisa dimulai dari kami juga apa yang sudah kami alami dan rasakan, manfaat apa yang sudah kami dapatkan untuk diaplikasikan pada saat melakukan pelayanan bagi teman teman yang kami dampingi agar pelayanan kesehatan yang sudah baik dan berkualitas pada tingkat Fasyankes di DKI Jakarta dapat diakses oleh semua teman teman yang kondisinya mungkin akan sama dengan kami”. Saat sesi Focus Group Discusion (FGD) di Sanggar Yayasan Pelita Ilmu pada Bulan Januari 2024.     

 

 

Jakarta, 22 Februari 2024

 

 

Yakub Gunawan

Koordinator IU Yayasan Pelita Ilmu