TOKSOPLASMOSIS
Diperbarui 27 Desember 2023
Apa Toksoplasmosis Itu?
Toksoplasmosis (tokso) adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit sel tunggal toxoplasma gondii.
Toksoplasmosis disebabkan oleh Toksoplasma gondii, sejenis parasit sel teunggal. Parasit umum ini memiliki siklus hidup dua tahap: fase seksual parasit, yang terutama terjadi pada kucing, dan fase non-seksual intermediat, yang dapat terjadi pada setiap mamalia atau burung. Parasit adalah makhluk yang hidup dalam organisme hidup lain (induknya) dan mengambil semua gizi dari induknya. Penyakit yang paling umum diakibatkan tokso adalah infeksi pada otak (ensefalitis). Tokso juga dapat menginfeksikan bagian tubuh lain. Tokso dapat menyebabkan koma dan kematian.
Berapa Tingkat Tokso pada Populasi Umum?
Parasit tokso sangat umum pada tinja kucing, sayuran mentah dan tanah. Parasit ini juga umumnya ditemukan dalam daging mentah, terutama daging babi, kambing dan rusa. Parasit tersebut dapat masuk ke tubuh waktu kita menghirup debu. Parasit Toksoplasma gondii tersebar luas di seluruh dunia, dan seroprevalensi pada manusia meningkat seiring bertambahnya usia. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, 5% hingga 10% orang dewasa muda memiliki hasil positif pada uji serologis untuk toksoplasma, dan angka ini meningkat menjadi 50% pada usia 50 tahun. Terdapat juga variasi geografis yang luas dalam kejadian infeksi T. gondii, variasi ini tampaknya bergantung pada jumlah daging mentah atau setengah matang, terutama daging domba, yang dikonsumsi oleh suatu populasi tertentu, dan/atau jumlah kontak yang dimiliki oleh suatu populasi dengan kucing. Sebagai contoh, di antara masyarakat Prancis yang gemar memelihara kucing, kejadian infeksi toksoplasma mencapai lebih dari 90% pada orang dewasa. Prevalensi toksoplasma di Indonesia sangat tinggi dan pernah dilaporkan sebesar 80% pada populasi orang Indonesia sehat.
Dampak Toksoplasmosis pada Orang dengan HIV
Toksoplasmosis merupakan infeksi oportunistik utama pada sistem saraf pusat pada individu dengan penyakit HIV yang sudah lanjut, dan individu yang hasil uji serologisnya positif untuk T. gondii memiliki risiko yang sangat tinggi untuk mengembangkan ensefalitis seiring berlanjutnya penekanan sistem kekebalan. Pada masa lalu, sekitar sepertiga pasien AIDS yang positif untuk T. gondii dan tidak menerima profilaksis mengalami ensefalitis toksoplasma (TE). Dengan penggunaan yang luas dari kombinasi terapi antiretroviral dengan menggunakan tiga obat, angka ini telah turun secara drastis, hingga 75%. Risiko tokso paling tinggi waktu jumlah CD4 kita di bawah 100.
Bagaimana Tokso Didiagnosis?
Gejala pertama tokso termasuk demam, sakit kepala, disorientasi, perubahan pada kepribadian, gemetaran dan kejang. Tokso biasanya didiagnosis dengan tes antibodi terhadap toksoplasma gondii. Perempuan hamil dengan infeksi toksoplasmosis juga dapat menularkannya pada bayinya.
Individu yang baru terdiagnosis HIV direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan IgG toksoplasma untuk mengetahui adanya infeksi laten terhadap T. gondii. Hasil positif bukan berarti kita menderita penyakit ensefalitis tokso. Namun, hasil tes negatif berarti kita pasti tidak terinfeksi tokso.
Pengamatan otak (brain scan) dengan computerized tomography (CT scan) atau magnetic resonance imaging (MRI scan) juga dipakai untuk mendiagnosis tokso. CT scan untuk tokso dapat mirip dengan pengamatan untuk infeksi oportunistik (IO) yang lain. MRI scan lebih peka dan memudahkan diagnosis tokso.
Bagaimana Tokso Diobati?
Sebagian besar orang dengan kekebalan tubuh baik dan tidak dalam keadaan hamil dapat pulih dari toksoplasmosis tanpa pengobatan. Mereka yang mengembangkan gejala dapat diobati dengan kombinasi obat seperti pirimetamin dan sulfadiazin, ditambah asam folinat. Asam folinat diberikan untuk mengurangi toksisitas akibat penggunaan pirimetamin. Terapi alternatif yang direkomendasikan pada pasien yang tidak dapat menerima sulfadiazin atau tidak berespons terhadap terapi lini pertama adalah kombinasi pirimetamin dengan klindamisin. Apabila pirimetamin tidak dapat diberikan, maka kotrimoksazol dapat menjadi alternatif.
Perempuan hamil, bayi yang baru lahir, dan bayi dapat diobati, meskipun parasit tidak dapat dieliminasi sepenuhnya. Parasit dapat tetap berada dalam sel-sel jaringan dalam fase yang kurang aktif; lokasinya membuat sulit untuk obat sepenuhnya menghilangkan mereka.
Orang-orang yang mengalami toksoplasmosis okular (di wilayah mata) kadang-kadang diberikan resep oleh dokter mata mereka. Pemberian obat direkomendasikan bergantung pada ukuran lesi mata, lokasinya, dan karakteristik lesi (aktif akut, atau infeksi kronis yang tidak berkembang).
Tokso biasanya kambuh setelah peristiwa pertama. Orang dengan HIV yang pulih dari tokso seharusnya terus memakai obat antitokso dengan dosis rumatan yang lebih rendah. Jelas bahwa orang yang mengalami tokso sebaiknya mulai terapi antiretroviral (ART) secepatnya. Bila CD4 naik menjadi di atas 200 selama lebih dari tiga bulan, terapi rumatan tokso dapat dihentikan.
Kombinasi obat ini sangat efektif terhadap tokso. Setelah diberikan pengobatan, tanggapan klinis yang baik biasanya terjadi setelah 14 hari terapi fase akut. Pemberian terapi akut sebaiknya diteruskan selama minimal 3-6 minggu. Setelah menyelesaikan terapi akut, dilanjutkan dengan dosis rumatan. Dosis rumatan yang direkomendasikan adalah setengah dari dosis yang diberikan saat terapi fase akut. Terapi rumatan diberikan hingga CD4 > 200 selama 6 bulan berturut-turut setelah pemberian ARV.
Pencegahan Toksoplamosis
Untuk meminimalisasi terjadinya infeksi toksoplasma, hindari mengkonsumsi daging mentah atau setengah matang. Seseorang juga harus mencuci tangan setelah berkontak dengan daging mentah atau tanah, serta selalu mencuci buah dan sayur sebelum dimakan. Kucing sebagai binatang peliharaan juga harus diberi perhatian khusus supaya tidak menjadi hewan yang dapat menularkan toksoplasma.
Orang dengan HIV dengan CD4 <100 dengan tes toksoplasma yang positif perlu mendapatkan profilaksis primer menggunakan kotrimosazol dengan dosis 960mg satu kali sehari yang juga efektif sebagai profilaksis pneumocystis jirovecii pneumonia (PCP). Pemberian profilaksis ini dapat dihentikan pada pasien dewasa yang telah menerima ARV dan memiliki CD4 >200 selama 3 bulan berturut-turut.
Diperbarui 27 Desember 2023