Penularan HIV yang terbesar adalah melalui hubungan seks dubur, seks vagina dan beberapa kasus seks oral tanpa kondom. Sifilis juga ditularkan dengan cara yang sama. Peningkatan sifilis ditemukan di banyak wilayah Amerika Utara dan Eropa Barat, termasuk di antara para laki-laki yang pernah berhubungan seks secara aktif dengan laki-laki (MSM), beberapa di antaranya terinfeksi HIV dan sifilis secara bersamaan. Infeksi ini menambah risiko tertular atau menularkan HIV dan infeksi menular seksual (IMS) lain, misalnya LGV (lymphogranuloma venereum).
Apabila tidak diobati, sifilis dapat merusak otak dan bagian tertentu sistim saraf, serta jantung dan organ tubuh lain. Sebelum antibiotik ditemukan, pasien meninggal karena komplikasi sifilis. Tetapi sejak tahun 1944, penisilin dan sejenisnya sudah digunakan untuk mengobati sifilis. Yang pasti, salah satu pengobatan sifilis tahap awal yang biasa dilakukan (tingkat satu dan dua) adalah paling sedikit satu kali suntikan ke otot dengansejenis penisilin yang dikenal dengan nama penisilin benzatin. Terapi ini umumnya efektif. Namun, para dokter di Lyon Prancis baru-baru ini melaporkan perkembangan yang mengkhawatirkan dengan munculnya sifilis yang ternyata kebal terhadap pensilin benzatin pada beberapa MSM HIV-positif.
Lebih lanjut lagi, kegagalan pengobatan ini mempercepat penyebaran ke otak, mengakibatkan komplikasi sistim saraf.
Para dokter Prancis menjabarkan tentang masalah ini dan perkembangan yang terjadi pada tiga laki-laki. Berikut ini adalah ringkasan laporan mereka.
Kasus 1
Seorang laki-laki berusia 45 tahun mencari pertolongan medis dari dokternya karena demam dan gatal-gatal pada kulit. Dia sudah memakai terapi antiretroviral (ART) secara aktif selama beberapa waktu. Viral load-nya di bawah 50 dengan jumlah CD4 356. Tes darah biasa menunjukkan infeksi dengantreponema, mikroba penyebab sifilis. Tes lain menunjukkan jumlah enzim hati dalam darah lebih tinggi dari normal. Dia diberi pengobatan 2,4 juta unit pensilin benzatin disuntikkan ke otot, sekali seminggu selama tiga minggu. Terapi ini biasanya sangat manjur untuk menyembuhkan sifilis.
Akan tetapi, dua bulan kemudian laki-laki tersebut mencari pertolongan rumah sakit karena beberapa keluhan berikut ini:
Tes darah kembali menunjukkan sifilis. Pemeriksaan saraf menyatakan kerusakan pada beberapa saraf, khususnya saraf yang berkaitan dengan indera pendengaran. Hasil pengamatan MRI pada bagian otak menunjukkan luka di sekeliling selaput otak. Analisis cairan yang diambil dari sumsum tulang belakang (proses yang disebut pungsi lumbal) menemukan jumlah sel darah putih di atas normal, menunjukkan kemungkinan ada infeksi. Tidak ditemukan mikroba pada cairan ini.
Dokter membuat diagnosis neurosifilis (sifilis pada jaringan saraf) dan pasien diberi suntikan antibiotik seftriakson melalui infus, dua gram sehari selama dua minggu. Pemulihan mulai tampak setelah hari ke lima menjalani terapi. Pemeriksaan setelah enam bulan memastikan kesembuhannya.
Kasus 2
Laki-laki kedua berusia 34 tahun, menghubungi dokter karena gatal-gatal pada kulit tanpa gejala gangguan saraf umum lain. Hasil pemeriksaan darah biasa menunjukkan infeksi dengan treponema, dia diberi 2,4 juta unit pensilin benzatin disuntikkan ke otot, sekali seminggu selama dua minggu. Tujuh bulan kemudian ia kembali ke rumah sakit dengan keluhan:
Viral load-nya di bawah 50 dan jumlah CD4 730. Hasil tes darah menunjukkan sifilis dan pengamatan CAT tidak menemukan kelainan. Hasil analisis pungsi lumbal menunjukkan infeksi, tetapi tidak ditemukan kuman di dalamnya.
Hasil pemeriksaan menyimpulkan neurosifilis dan dia diberi antibiotik seftriakson, dua gram sehari, disuntikkan ke dalam jaringan otot selama 10 hari. Pemulihan mulai tampak, setelah hari ke lima. Dia mengalami kemajuan pesat dan dinyatakan sembuh enam bulan kemudian.
Kasus 3
Laki-laki ketiga berusia 58 tahun dan sudah berhenti memakai ART setahun sebelumnya. Dia datang berobat karena sakit dalam mulut. Tes darah menunjukkan sifilis, dan dia diberi suntikan penisilin benzatin, 2,4 juta unit, sekali seminggu selama tiga minggu. Lukanya sembuh dengan cepat.
Namun, dalam satu bulan sejak pemulihannya, dia kembali ke rumah sakit dengan keluhan sebagai berikut:
Pemeriksaan saraf menunjukan kerusakan pada bagian dalam telinga kiri, kondisi umum penyebab pusing dan komplikasi lain. Hasil pengamatan MRI tidak menunjukkan adanya kelainan. Seperti pada dua kasus sebelumnya, tes darah menunjukkan infeksidengantreponema.
Analisis pungsi lumbal menunjukkan neurosifilis. Kali ini pasien diberi suntikan seftriakson dua gram sehari selama dua minggu. Keluhannya berkurang dan enam bulan kemudian dokter memastikan dia sudah sembuh.
Pungsi lumbal diyakini penting
Berdasarkan tiga kasus ini, para dokter di Lyon memutuskan di masa mendatang akan melakukan tes pungsi lumbal pada Odha yang menderita sifilis lanjutan dan pengobatan selama dua minggu dengan pilihan antibiotik berikut ini:
Setahun setelah tiga laki-laki ini untuk pertama kalinya datang ke klinik mereka, dokter di Lyon telah merawat sedikitnya enam orang laki-laki HIV-positif dengan neurosifilis tanpa gejala. Semua pasien telah berhasil disembuhkan dan tidak kambuh kembali.
Beberapa pokok pertimbangan:
Referensi
Walter T, Lebouche B, Miailhes P, et al. Symptomatic relapse of neurologic syphilis after benzathine penicillin G therapy for primary or secondary syphilis in HIV-infected patients. Clinical Infectious Diseases 2006 Sep 15;43(6):787-90.
Mitchell SJ, Engelman J, Kent CK, et al. Azithromycin-resistant syphilis infection: San Francisco, California, 2000-2004. Clinical Infectious Diseases 2006 Feb 1;42:337-45.
Lynn WA and Lightman S. Syphilis and HIV: a dangerous combination. Lancet Infectious Diseases 2004 Jul;4:456-66.
LaFond RE and Lukehart SA. Biological basis for syphilis. Clinical Microbiology Reviews 2006 Jan;19(1):29-49.